
Pertama-tama, mari kita mulai dari tampilan luar yang menjadi daya tarik utama dari Galaxy A56 5G. Samsung benar-benar tidak main-main dalam merancang bodi ponsel ini. Jika biasanya ponsel kelas menengah hanya terlihat B aja, Galaxy A56 5G justru tampil seperti ponsel kelas atas.
Material yang digunakan terasa solid, dengan sentuhan akhir seperti aluminium yang disikat—membuatnya terlihat mahal dan terasa kokoh di tangan. Tanpa banyak ornamen berlebihan, desain Galaxy A56 tampil bersih dan minimalis. Bahkan modul kamera belakangnya pun kini lebih simpel, mengikuti gaya flagship Samsung yang terkini. Meski beberapa orang menyebut desain kameranya mirip dengan brand lain, menurut saya pribadi, tampilannya tetap menarik dan enak dipandang.
Jadi, untuk urusan desain, Samsung berhasil menciptakan ponsel yang tampil beda di tengah lautan HP mid-range yang mulai terlihat seragam. Rasanya seperti menggenggam flagship, tapi dengan harga yang jauh lebih bersahabat.
Layar Memukau untuk Segala Aktivitas
Beranjak ke bagian layar, Samsung sekali lagi menunjukkan keunggulannya. Galaxy A56 5G hadir dengan layar yang memiliki refresh rate 120Hz, sesuatu yang kini hampir wajib bagi pengguna yang doyan scrolling media sosial atau menonton konten video.
Warna-warna yang dihasilkan pun terlihat tajam dan hidup—khas panel AMOLED dari Samsung. Meskipun bukan yang terbaik di kelasnya, namun kualitas layar ini cukup memuaskan untuk kebutuhan harian seperti menonton film, main game ringan, hingga bekerja lewat ponsel.
Namun, tidak ada produk yang sempurna. Galaxy A56 masih memiliki dagu alias chin yang cukup kentara di bagian bawah layar. Sementara bezel di sisi kiri-kanan dan atas tidak seragam, memberikan kesan kurang simetris. Bagi kamu yang memperhatikan estetika secara detail, hal ini mungkin akan sedikit mengganggu. Tapi buat saya pribadi, setelah beberapa hari pemakaian, hal kecil seperti ini lama-lama jadi tidak terasa penting.
Chipset Exynos
Nah, ini bagian yang menarik—chipset. Banyak orang skeptis dengan Exynos, namun Galaxy A56 5G berhasil memberikan kejutan yang menyenangkan. Menggunakan chipset Exynos terbaru, performanya terbukti mampu menjalankan berbagai tugas harian dengan lancar, bahkan untuk game seperti Mobile Legends di setelan grafis tertinggi.
Selama bermain, saya tidak merasakan adanya lag ataupun penurunan performa. Dan yang lebih penting, suhu ponsel tetap stabil dan baterai tidak cepat terkuras. Ini menandakan bahwa efisiensi daya dari chipset ini sudah jauh lebih baik dibanding generasi sebelumnya.
Memang, jika dibandingkan dengan Snapdragon 7S Gen 3, performa mentahnya mungkin masih di bawah. Namun untuk penggunaan nyata sehari-hari, Galaxy A56 5G memberikan pengalaman yang sangat mulus. Kalau kamu bukan gamer berat seperti pemain Genshin Impact atau Honkai Star Rail, ponsel ini masih sangat layak.
Pengisian Daya Lebih Cepat, Tapi Tanpa Kepala Charger
Satu peningkatan signifikan dari generasi sebelumnya adalah kecepatan pengisian daya. Galaxy A56 5G kini mendukung fast charging hingga 45W. Meski bukan yang tercepat di kelasnya (Realme dan Redmi punya kecepatan lebih tinggi), ini tetap langkah positif dari Samsung.
Sayangnya, Samsung masih belum menyertakan kepala charger dalam boks penjualan. Jadi kamu harus membeli adaptor sendiri. Saya pribadi menggunakan charger dari merek Shar, dan hasilnya cukup memuaskan. Alternatif lainnya, kamu bisa coba produk dari UGreen yang terkenal akan kualitas dan harganya yang ramah kantong.
Dengan pengisian cepat, baterai Galaxy A56 bisa terisi cukup signifikan dalam waktu singkat. Hal ini jelas meningkatkan produktivitas, apalagi untuk kamu yang sering mobile dan tidak punya banyak waktu untuk mengecas.
Kamera, Gimana ya..
Sayangnya, tidak semua sisi dari Galaxy A56 5G bisa mendapat pujian. Kamera adalah titik lemah utama dari ponsel ini. Untuk harga di atas Rp5 jutaan, hasil fotonya terasa biasa saja—bahkan cenderung di bawah rata-rata.
Warna yang dihasilkan tampak datar, detail kurang tajam, dan dalam kondisi pencahayaan rendah, noise mulai terlihat, terutama saat menggunakan zoom digital 2x atau 4x. Tidak adanya lensa telephoto juga membuat fitur zoom terasa sangat terbatas.
Padahal, di kelas harga ini, ada beberapa kompetitor yang sudah memberikan kualitas kamera lebih baik, bahkan dengan fitur-fitur seperti in-sensor zoom atau mode malam yang lebih optimal. Jika kamu adalah tipe pengguna yang gemar fotografi atau suka membagikan momen visual ke media sosial, ini adalah pertimbangan penting.
Haptic Engine Kurang Menggigit
Selain kamera, satu hal lagi yang terasa kurang maksimal adalah haptic feedback alias getaran sentuhan. Samsung masih menggunakan haptic engine biasa yang terasa kurang tajam dan presisi. Bagi pengguna yang sering mengetik atau terbiasa dengan haptic yang kuat dan pendek seperti di ponsel Realme atau Redmi, sensasi di Galaxy A56 terasa lembek.
Meski ini bukan masalah besar bagi sebagian orang, namun untuk pengguna yang memperhatikan kenyamanan mengetik dan pengalaman sentuhan yang presisi, ini bisa jadi nilai minus.
Kesimpulan
Setelah hampir seminggu menggunakan Galaxy A56 5G, saya bisa bilang bahwa ini adalah salah satu mid-range terbaik dari Samsung saat ini. Desainnya premium, performanya mumpuni, layarnya memanjakan mata, dan daya tahan baterainya juga solid. Selain itu, dukungan fast charging 45W menjadi nilai tambah yang patut diapresiasi.
Namun, dua kekurangan utama—kamera dan haptic engine—membuat pengalaman jadi sedikit kurang maksimal. Jika dua hal ini tidak begitu penting untuk kamu, maka Galaxy A56 5G sangat layak untuk dipertimbangkan.
Apakah harus dibeli? Saya tidak bilang ini harus, tapi setidaknya masuk dalam daftar shortlist kamu. Karena secara keseluruhan, Samsung berhasil memberikan peningkatan yang signifikan dibanding generasi sebelumnya.
Terima kasih sudah membaca review ini sampai habis. Kalau kamu punya pengalaman sendiri dengan Galaxy A56 5G, yuk bagikan di kolom komentar. Sampai jumpa di ulasan berikutnya—stay safe and stay techy!
Leave a Reply