Review Pixel 9a, Desain Kece, Kamera Oke, Tapi Layarnya…

Bicara soal desain, Pixel 9a tampil dengan pendekatan minimalis yang cukup menyenangkan. Dari sentuhan pertama, terasa bahwa Google serius dalam menghadirkan smartphone dengan build quality yang mantap. Bodinya terasa kokoh namun tetap ringan di tangan. Bahan matte di bagian belakang memberikan kesan premium sekaligus bebas sidik jari — sesuatu yang sangat diapresiasi di era layar kinclong ini.

Pilihan warna pastel yang diusung juga memberikan kesan segar dan playful. Meski terkesan simpel, Pixel 9a mampu menonjol di antara banyak smartphone lain yang tampil itu-itu saja. Sayangnya, tombol-tombolnya terasa agak kaku, dan suara klik-nya cenderung aneh. Namun secara keseluruhan, desainnya enak dipandang dan nyaman digunakan seharian.

Untuk ukuran perangkat yang harganya menyentuh Rp 10 jutaan, ekspektasi tentu tinggi. Maka dari itu, mari kita telusuri lebih jauh.

Layar AMOLED 120Hz

Di atas kertas, layar AMOLED 120Hz pada Pixel 9a memang terlihat sangat menggoda. Dengan ukuran 6.1 inchi dan refresh rate tinggi, pengalaman navigasi terasa sangat mulus. Setiap gerakan animasi tampak halus, responsif, dan menyenangkan saat dilihat. Warna-warna yang ditampilkan pun cerah, kontras yang tinggi, dan terlihat sangat hidup, memberikan pengalaman visual yang memuaskan—terutama saat menonton video atau bermain game.

Jika dibandingkan dengan beberapa model iPhone yang masih menggunakan layar pada refresh rate 60Hz, keunggulan Pixel 9a cukup signifikan. Refresh rate yang lebih tinggi membuat scrolling terasa ringan dan transisi antar layar terlihat lebih modern. Dalam konteks penggunaan sehari-hari, perbedaan ini bisa sangat terasa, terutama bagi pengguna yang sudah terbiasa dengan layar berkecepatan tinggi.

Namun, layar ini menggunakan teknologi P-OLED (Plastic OLED), yang membawa sedikit konsekuensi. Beberapa pengguna dengan mata yang sensitif mungkin akan menyadari adanya efek grainy atau semacam “mural” yang muncul pada latar belakang putih. Sekali terlihat, efek ini bisa cukup mengganggu, terutama saat membaca artikel atau dokumen dalam tampilan yang terang. Hal ini tentu menurunkan kenyamanan visual, meskipun mungkin tidak semua orang akan langsung menyadarinya.

Selain itu, desain bezel yang masih cukup tebal di sekeliling layar turut memberi kesan kurang premium. Di era smartphone dengan desain edge-to-edge dan bezel super tipis, tampilan Pixel 9a ini terasa sedikit ketinggalan zaman. Padahal, dengan harga yang termasuk tinggi untuk ponsel di kelas mid-range, pengguna tentu berharap lebih dalam hal estetika dan kesan pertamanya. Kombinasi bezel tebal dan efek grainy membuat layar Pixel 9a terasa seperti suatu kompromi, meski sebenarnya punya potensi besar dari sisi spesifikasi.

BACA:  Huawei Watch D2, Smartwatch Pemantau Tensi Darah 24 Jam

Tensor G4 Cepat, Tapi B aja Buat Gaming

Pixel 9a ditenagai oleh prosesor Tensor G4, chipset buatan Google yang dirancang untuk memberikan pengalaman Android yang mulus dan optimal. Dalam penggunaan sehari-hari, performanya terbilang sangat memadai. Navigasi antar aplikasi terasa cepat, membuka beberapa aplikasi sekaligus pun tidak menimbulkan lag yang berarti. Berdasarkan hasil pengujian GeekBench, performa Tensor G4 berada di kelas upper mid-range— seharusnya sudah cukup kuat untuk mayoritas kebutuhan pengguna.

Namun, ketika berbicara soal gaming, Tensor G4 belum sepenuhnya bisa bersaing dengan chipset dari kompetitor seperti Snapdragon seri 7 atau Dimensity dari MediaTek. Saat menjalankan game populer seperti Mobile Legends, pengaturan grafis memang bisa mencapai “Super High” dan “Ultra Graphics”, tapi sayangnya opsi frame rate 120 fps tidak tersedia. Ini cukup disayangkan mengingat layar Pixel 9a mendukung refresh rate 120Hz, namun tidak bisa dimanfaatkan secara penuh dalam bermain game.

Banyak ponsel di kisaran harga yang sama—atau bahkan lebih murah—yang sudah mampu memberikan pengalaman gaming lebih maksimal, termasuk frame rate tinggi dan kualitas grafis lebih tajam. Hal ini membuat Pixel 9a terasa kurang cocok bagi mereka yang menjadikan gaming sebagai prioritas utama dalam memilih smartphone. Meskipun bukan berarti performanya buruk, namun ada pilihan lain yang lebih optimal untuk kebutuhan tersebut.

Meski begitu, bagi pengguna yang lebih mengutamakan kestabilan sistem, efisiensi daya, dan pengalaman ber-android murni khas Pixel, performa Tensor G4 masih sangat layak dipertimbangkan. Chipset ini dirancang untuk mendukung fitur-fitur pintar berbasis AI, fotografi computational, dan integrasi mendalam dengan ekosistem Google. Jadi, meskipun tidak dibuat untuk para gamer hardcore, Pixel 9a tetap menawarkan performa yang andal dan menyenangkan untuk penggunaan sehari-hari.

BACA:  Honor 400 Lite, Smartphone Budget dengan Fitur AI Sekelas iPhone Pro

Kamera

Kamera menjadi salah satu kekuatan utama yang ditawarkan oleh Pixel 9a. Google menyematkan sensor utama 48 MP dan lensa ultrawide 13 MP di bagian belakang, yang mampu menghasilkan foto berkualitas tinggi dalam kondisi cahaya yang cukup. Hasil jepretan pada siang hari tampil dengan warna yang natural dan akurat, kontras seimbang, serta detail yang tajam. Dalam situasi outdoor atau pencahayaan yang terang, kamera ini benar-benar menunjukkan performa kelas atas.

Untuk kebutuhan video, Pixel 9a juga tidak kalah mengesankan. Ponsel ini mendukung perekaman hingga resolusi 4K pada 60fps dan dilengkapi dengan fitur Optical Image Stabilization (OIS). Berkat OIS yang bekerja efektif, hasil video tampak mulus dan minim guncangan—cocok bagi konten kreator, vlogger, atau siapa pun yang gemar mengabadikan momen dalam bentuk video. Stabilitas dan kualitas gambar yang konsisten menjadi nilai tambah yang jarang ditemukan di ponsel kelas menengah.

Namun, ketika digunakan dalam kondisi minim cahaya atau malam hari, kualitas kamera Pixel 9a mulai menunjukkan keterbatasannya. Meski Google mengandalkan algoritma dan optimasi software untuk memperbaiki hasil foto low-light, kenyataannya masih ada cukup banyak noise yang muncul, terutama pada area langit dan bayangan. Bahkan, beberapa foto cenderung terlalu terang karena proses pemrosesan gambar yang agresif, sehingga mengurangi kesan alami dari foto tersebut.

Secara keseluruhan, kamera Pixel 9a sangat dapat diandalkan untuk penggunaan di siang hari, baik untuk fotografi maupun videografi. Namun bagi pengguna yang mengutamakan kualitas foto malam hari atau sering mengambil gambar dalam kondisi low-light, Pixel 9a mungkin bukan pilihan utama. Meskipun demikian, untuk sebagian besar pengguna, kemampuan kamera ini sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dokumentasi harian.

Baterai dan Fitur Tambahan

Berbicara soal daya tahan, Pixel 9a menunjukkan performa yang cukup meyakinkan. Dengan kapasitas baterai yang efisien dan optimalisasi perangkat lunak khas Google, ponsel ini mampu bertahan seharian penuh dalam penggunaan normal. Mulai dari browsing, media sosial, hingga menonton video, semuanya bisa dilakukan tanpa khawatir kehabisan baterai di tengah hari. Hal ini sangat cocok bagi pengguna yang sering beraktivitas di luar ruangan atau yang tidak ingin repot membawa charger ke mana-mana.

BACA:  Bahayanya WiFi Gratisan di Tempat Umum

Pixel 9a juga sudah dibekali dengan fitur pengisian daya cepat 23 watt dan dukungan wireless charging. Meskipun kecepatan charging-nya tergolong standar jika dibandingkan dengan pesaing dari Xiaomi, Realme, atau Oppo yang menawarkan fast charging hingga 100 watt, kehadiran fitur ini tetap memberikan kenyamanan. Wireless charging, khususnya, merupakan fitur yang jarang ditemukan di ponsel kelas menengah, dan menjadi nilai tambah yang patut diapresiasi.

Memang, jika kamu adalah tipe pengguna yang menginginkan kecepatan isi daya super kilat, Pixel 9a mungkin terasa sedikit lambat. Namun bagi kebanyakan orang, kecepatan 23 watt sudah cukup memadai, terutama jika digunakan saat malam hari atau saat bekerja. Google tampaknya lebih memilih untuk menjaga suhu dan umur baterai ketimbang mendorong kecepatan pengisian ekstrem yang bisa berdampak negatif dalam jangka panjang.

Fitur-fitur tambahan seperti ketahanan air dan debu (sertifikasi IP67), dukungan eSIM, serta pembaruan perangkat lunak rutin langsung dari Google turut melengkapi pengalaman pengguna. Bagi sebagian orang, hal-hal seperti inilah yang menjadi penentu dalam memilih smartphone—bukan sekadar spesifikasi mentah, melainkan kombinasi antara kenyamanan, keandalan, dan ekosistem yang solid.

Kesimpulan

Ini bukan ponsel untuk semua orang. Ia punya keunggulan di desain, pengalaman Android murni, performa harian, serta kamera siang hari dan videonya yang menawan. Namun, kekurangannya cukup mencolok:

  • Layar P-OLED yang tampak grainy
  • Kualitas kamera malam hari yang kurang maksimal
  • Harga mahal untuk spesifikasi yang ditawarkan

Dengan harga sekitar Rp 12 jutaan untuk versi 256GB, konsumen bisa mendapatkan smartphone lain seperti Xiaomi 15, yang menawarkan layar lebih baik, prosesor lebih kuat, dan kamera malam yang lebih solid.

Jadi, apakah Pixel 9a layak dibeli? Jawabannya tergantung prioritas kamu. Kalau kamu fans berat Android murni dan suka ambil video siang hari yang stabil — mungkin ini bisa jadi pilihan. Tapi jika kamu menginginkan layar terbaik dan performa all-round, sebaiknya pertimbangkan opsi lain.

Sampai jumpa di artikel berikutnya. Stay safe and stay techy!

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*